Friday, September 22, 2006

resensi buku sarlito

JUDUL BUKU : PSIKOLOGI PRASANGKA ORANG INDONESIA, Kumpulan Studi Empirik Prasangka Dalam Berbagai Aspek Kehidupan Orang Indonesia
PENGARANG : Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono
PENERBIT : PT RajaGrafindo Perkasa
TAHUN TERBIT : 2006 (Terbitan pertama)
JUMLAH HAL : 206 Halaman

Masih ingat kerusuhan bernuansa etnis sekitar tahun 1999 dan 2000 di daerah Sambas dan Sampit? Saat itu, ribuan orang etnis Madura melakukan eksodus besar-besaran ke tanah Madura akibat terjadinya kerusuhan antara orang Madura, Dayak dan Melayu.
Saya sendiri pernah terlibat dalam sebuah tim yang menangani trauma pasca konflik bagi anak-anak usia sekolah. Tim kami tersebut diturunkan di beberapa kantong pengungsian di pulau Madura. Saya sempat ikut merasakan betapa rasa sedih, marah bercampur dengan trauma yang mendalam pada diri para pengungsi. Bukan hanya orang dewasa, namun juga anak-anak yang justru paling banyak terkena dampak trauma yang mendalam. Mereka menganggap bahwa suku Dayak dan Melayu lah yang paling bertanggung jawab atas penderitaan yang mereka alami saat itu. Dari sorot mata dan cara mereka bercerita, terasa sekali sebuah kebencian yang mendalam. Padahal ketika saya bersama teman-teman turun ke kantong-kantong pengungsian di Madura, kejadian itu sudah berlalu 3 tahun!
Kita lantas bertanya, apakah kebencian itu tidak akan pernah hilang? Apakah rasa jijik dan marah ketika mendengar (saja) kata “Dayak” dan “Melayu” akan terus tertanam di hati para pengungsi tersebut? Tetapkah prasangka itu ada ketika mereka kelak bertemu dengan seseorang yang berasal dari suku lawan mereka, yang saat terjadi konflik justru tidak terlibat?
Prof. Sarlito, dalam bukunya ini menjelaskan apa, mengapa dan bagaimana prasangka itu terjadi dalam konteks Indonesia. Banyak ragam teori psikologi yang bisa dipakai dalam menjelaskan fenomena-fenomena sosial yang terjadi di Indonesia. Yang relevan adalah teori tentang prejudice. Namun kelemahannya teori-teori yang ada dibangun dalam konteks barat. Padahal konteks barat dengan konteks sosial yang terjadi di Indonesia berbeda sekali. Contohnya, jika sosok yang ambisius di Indonesia dianggap sebagai sosok yang sok tahu, mau menang sendiri, tak bisa menempatkan diri, maka di Barat seorang pribadi yang ambisius justru berkonotasi positif.
Lewat beberapa penelitian kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan oleh mahasiswanya dan yang dilakukannya sendiri, Guru Besar Psikologi UI yang juga pernah menjadi guru besar tamu di Universitas Nijmegen Belanda dan Universitas Cornell di AS serta Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ini mencoba mengupas beberapa isu terkait dengan fenomena prasangka itu.
Tentang prasangka etnis antara orang Dayak, Melayu dan Madura saat terjadi konflik di Sambas dan Sampit misalnya. Dalam buku itu disebutkan mengenai suatu fakta yang mengejutkan bahwa jika ditinjau dari nilai motivasi pada dasarnya ketiga etnik tersebut mempunyai skala prioritas nilai yang sama, yaitu konformitas kelompok, rasa aman, baik hati dan universalisme. Sehingga menurut Sarlito hal tersebut kurang menggembirakan untuk penyelesaian jangka pendek konflik etnik di Kalbar, karena akar permasalahan ternyata terletak pada nilai-nilai dasar motivasi mereka. Bukan pada perbedaan, tetapi justru karena persamaan nilai. (Tulisan-tulisan/Penelitian Sarlito mengenai konflik beberapa etnis di Indonesia bisa anda intip di website pribadi Sarlito)
Hal lain yang cukup menarik dalam pembahasan buku ini adalah mengenai akar radikalisme agama. Sebuah isu yang dianggap sebagai penyebab munculnya beberapa musibah yang menjadi isu internasional, di antaranya tindakan teror bom Bali I dan II, konflik antar umat muslim dan kristen di Ambon. Hal ini menarik, karena jika kita ingat Prof. Sarlito pernah diminta Mabes Polri untuk memeriksa kesehatan mental Abu Fidha sekitar tahun 2004. Abu Fidha alias Saefuddin pernah dituduh menyembunyikan Nurdin M. Top dan Dr. Azahari.
Selain itu, persoalan mengenai prasangka politik, prasangka gender dan prasangka mengenai seks yang bagi masyarakat menjadi topik yang tidak pernah habis dibahas, diulas juga di dalam buku ini.
Sebagai buku yang dimaksudkan untuk memperkaya khazanah teori psikologi yang sesuai dengan konteks Indonesia, maka buku ini layak dibaca oleh mahasiswa dan dosen Fakultas Psikologi untuk memperkaya wacana di ranah psikologi sosial. Bagi pemerintah maupun para tokoh pemuka agama dan pemuka masyarakat, walaupun buku ini masih belum memberikan solusi konkrit mengenai masalah saling ketidakpercayaan di antara komponen bangsa, paling tidak buku ini akan memberikan suatu sudut pandang baru dalam membuat kebijakan-kebijakan yang menjauhkan prasangka yang tidak objektif di antara komponen bangsa ini. Sehingga semboyan “Bhineka Tunggal Ika” tidak hanya sekedar menjadi semboyan belaka.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home