Monday, October 02, 2006

Surga di Andalusia (sebuah catatan di bulan Ramadhan)

"Sepotong surga di Andalusia"
Begitu membaca judul buku itu, aku langsung tertarik. Kelihatannya layak untuk menambah perbendaharaan pengetahuan tentang sejarah Islam. Apalagi di bulan Ramadhan seperti sekarang.

Setelah membaca buku ini, ada sebuah fakta yang cukup menarik yang justru baru aku tahu. Ternyata, peradaban barat yang diklaim sebagai peradaban yang paling beradab sekarang ini justru berawal dari kebudayaan Islam pada abad 10-12 Masehi.

Andalusia nama tempat peradaban Islam itu. Sekarang sebagian wilayahnya termasuk dalam wilayah negara Spanyol. Berawal dari larinya salah seorang pangeran dari keturunan dinasti Umayyah dari Damaskus-Syiria ke wilayah Andalusia dikarenakan kudeta yang dilakukan oleh Dinasti Abassiyah. Pangeran itu adalah satu-satunya yang tersisa dari Dinasti Umayyah setelah semua bagian dinasti dibantai dalam peristiwa kudeta sekitar tahun 750 Masehi. Saat itu dari literatur-literatur sejarah yang pernah ku baca, Majapahit masih berjaya. Digambarkan oleh Pramoedya Ananta Toer, pada masa itu perempuan-perempuan di Jawa belum memakai penutup dada. (Nah... bisa membayangkan kan he he...)

Pangeran dari dinasti Umayyah itu bernama Abd Al-Rahman. Ia melarikan diri mencari suaka politik ke wilayah terjauh dari kekuasaan Abbassiyah waktu itu, yang penduduknya relatif setia pada dinasti Umayyah. Di kawasan gurun Afrika tepatnya di Maroko. Bersama dengan penduduk Maroko -dalam buku ini disebut sebagai suku Barber- mereka melakukan ekspansi dengan menyeberangi selat yang memisahkan antara benua Afrika dan Eropa, yaitu selat Gibraltar menuju sebuah wilayah yang disebut sebagai Al-Andalus. Di wilayah ini pula ternyata terdapat permukiman muslim yang cukup luas yang dianggap sebagai propinsi Dar-Al Islam yang dulunya dikuasai oleh Dinas Umayyah. Karena mungkin jauh dari lokasi kudeta, wilayah ini nyaris tak tersentuh oleh hiruk pikuk di pusat kekhalifahan yang kemudian oleh Dinasti Abbassiyah dipindahkan ke Baghdad-Irak.

Abd Al Rahman yang walaupun keluarganya telah dimusnahkan, oleh penduduk di wilayah Andalusia masih dihormati sebagai bagian dari keluarga kerajaan. Karena pengakuan itu lah kemudian Abd Al Rahman kemudian mengembangkan wilayah Andalusia seperti pusat kekuasaan dinasti Umayyah dulu di Damaskus. Islam berkembang sebagai agama yang damai, sebagaimana dulu di Damaskus. Sebagai agama penguasanya, maka wajar apabila kehidupan politik, intelektual, perekonomian di Kordoba (ibu kota istana Abd Al Rahman) sangat dipengaruhi oleh Islam. Tak terkecuali bahasa yang digunakan waktu itu. Bahasa Arab menjadi lingua franca di wilayah itu. Semua komunitas menggunakannya, termasuk komunitas Zimmi yang dilindungi ; Yahudi dan Nasrani.

Dari sini lah, kemudian bahasa Arab menjadi bahasa internasional waktu itu. Semua pengetahuan dari bahasa lain diterjemahkan dalam bahasa arab. Termasuk juga bahasa yunani. Sehingga tak heran juga dari komunitas muslim waktu itu muncul kaum intelektual seperti Ibn Sina dan Al Jabar.

Kordoba berkembang di saat Eropa tenggelam dalam abad pertengahan yang penuh kegelapan. Komunitas Kristen Eropa terjebak pada keyakinan mereka sendiri bahwa tidak ada bahasa yang paling suci selain bahasa Latin yang digunakan dalam aktivitas keagamaan mereka. Di saat para penduduk Andalusia dengan bebas sibuk dalam kegiatan intelektual mereka; membaca, menulis syair-syair, di Eropa kegiatan itu dilarang dan hanya boleh dilakukan para Pendeta sebagai kaum yang memegang otoritas kebenaran.

Andalusia benar-benar wilayah yang inklusif. Pada saat Abd Al Rahman II -cucu Abd Al Rahman yang lari dari Damaskus- berkuasa, perdana menterinya waktu itu adalah orang Yahudi. Ini terjadi pada abad kedua kekuasaan Dinasti Umayyah di Kordoba sekitar tahun 800-900 Masehi. Bisa dibayangkan, betapa seluruh aspek kehidupan begitu dikuasai oleh ideologi Islam yang inklusif. Bahkan tiga agama besar, Islam, Kristen dan Yahudi pun hidup berdampingan dengan bahasa persatuan -bahasa Arab- dan mengembangkan sebuah kebudayaan yang sangat menakjubkan. Kebudayaan ini lah yang kemudian diadopsi oleh kebudayaan barat setelah kekuasaan Islam runtuh. Bahkan raja-raja Kristen yang taat pun saat itu digambarkan hanya menguasai bahasa Arab. Saat proses ambil alih oleh kebudayaan barat itu, Majapahit telah runtuh. Diganti kerajaan-kerajaan kecil. Demak berkuasa waktu itu. Walisongo mulai menebarkan dakwah di tanah Jawa. Saat itu sekitar abad ke-15 Masehi (1400an).

Sebuah buku yang menarik. Apalagi yang menulis buku ini adalah seorang wanita yang beragama nasrani. Maria Rosa Menocal namanya, seorang Profesor Bahasa Spanyol dan Portugis di Yale University. Yang menarik lagi adalah pernyataan Menocal di akhir bukunya ini. Ia menyatakan hampir tak percaya saat ia menuliskan bagian buku yang menggambarkan Islam yang begitu universal dan ramah, terjadi sebuah kejadian yang hampir membuat dunia barat begitu membenci Islam, yaitu kejadian 11 September 2001. Ia mengatakan, "ternyata ini adalah wajah lain Islam" (mungkin ia menyatakan dengan nada antara percaya dan tak percaya).

Buku ini sangat kurekomendasikan buat teman-teman yang tertarik mempelajari Islam. Sekedar memperkaya wacana tentang wajah Islam yang pernah ditunjukkan di masa lalu. Tapi siapa pun yang membaca, ia akan bisa menarik hikmahnya sendiri.

(Januar)

"Sepotong Surga di Andalusia, kisah peradaban Muslim, Yahudi, Kristen Spanyol Pertengahan", Mizan, 2006

1 Comments:

At 8:12 PM, Blogger Apey said...

Nice blog ! psiko Unair angkatan berapa mas ? :)

 

Post a Comment

<< Home