Monday, July 23, 2007

hati-hati dengan janji

Kunci pertumbuhan karakter adalah berjanji dan kemudian selalu belajar menepatinya (Stephen Covey). Dan itulah yang terjadi pada diriku saat ini. Kurang hati-hati dalam membuat janji kepada orang lain, sehingga mendapat kesan kurang amanah.

Beberapa waktu yang lalu, salah seorang teman kantor menawariku untuk menjadi bagian tim pengawas pemain pada kegiatan lomba tujuhbelasan di instansi tempatku bekerja. Tugasnya cukup mudah, yaitu memastikan bahwa peserta yang mengikuti lomba adalah benar-benar seorang pejabat struktural. Artinya peserta adalah orang-orang yang berada di jajaran manajerial di dalam organisasinya. Dan sebagai orang berkecimpung di bidang kepegawaian, tugas tersebut sebenarnya tidak jauh-jauh dari tugas dan tanggung jawab dalam keseharian di kantor. Maka aku pun mengiyakan tawaran tersebut.

Bodohnya, aku tidak menanyakan bagaimana tugas itu dilaksanakan di lapangan? Berapa lama dan kapan tugas itu dijalankan. Benar-benar suatu keteledoran karena kurang teliti sebelum mengambil keputusan yang bernilai JANJI.

Aku menerima jadwal pertandingan beberapa jam sebelum kegiatan itu dilaksanakan. Sebenarnya waktu aku menerima schedule itu aku terkaget-kaget, karena ternyata kegiatan itu dilaksanakan setiap hari dan celakanya sampai malam hari. Padahal awalnya aku mengira kegiatan hanya dilaksanakan sampai menjelang maghrib dan itu pun tidak setiap hari, melainkan hanya pada akhir pekan saja. Tapi aku berusaha tenang, karena teringat penjelasan salah seorang teman bahwa tugasnya bisa sewaktu-waktu digantikan. Dan berangkat lah aku menuju tempat lomba, di wilayah injoko, tepatnya di kompleks dinas pemerintah propinsi di sana.

Ketika menjalankan tugas pertama kali itu lah, aku menyadari bahwa aku benar-benar tidak mungkin bergabung di dalam tim itu, karena membutuhkan perhatian dan kehadiran penuh saat kegiatan. Setiap saat bisa muncul masalah yang butuh penanganan segera dan harus ditindaklanjuti secara profesional. Fiuuuh... Aku tidak akan bisa memenuhi janji yang sudah terlanjur aku buat, karena saat ini istriku sudah memasuki minggu2 akhir kehamilannya. Ia diperkirakan melahirkan tanggal 25 bulan ini.

Akhirnya, ku putuskan untuk mengutarakan kepada teman2 dan pimpinan tim tersebut. Dan mereka bisa menerima keputusanku untuk mundur dari tim tersebut. Tapi tentu saja gurat kekecewaan tidak bisa dihilangkan dari nada bicara dan raut muka mereka. Aku telah menarik kepercayaan yang mereka berikan. Mukaku tercoreng di hadapan mereka. Namun tidak mengapa.. Keputusan ini adalah keputusan yang paling tepat. Aku tidak mungkin meninggalkan istriku yang benar2 membutuhkan kehadiranku setiap saat. Keadaan istriku saat ini adalah my most highly priority. Kekecewaan dari sepuluh teman, tidak lah sebanding dengan ketidakpercayaan seorang istri apabila kita mengkhianati kepercayaan yang telah ia berikan. Maka biarlah teman-temanku saat ini kecewa terhadap keteledoran yang telah ku perbuat. Di waktu mendatang aku akan perbaiki kembali kepercayaan mereka.


Surabaya, 23 Juli 2007